Awalnya kami berniat untuk bermalam di Gandruk yang konon merupakan salah desa yang masih tradisional dan cukup banyak ditinggali oleh orang asli. Suasananya pun kabarnya sangat nyaman, yaitu pedesaan dengan suasana pegunungan dan latar belakang gunung es. Tetapi apa boleh buat, ternyata trekking dari Gheropani cukup menguras tenaga, sehingga mengharuskan kami untuk berhenti dan bermalam di Tadapani.
Pagi itu di Tadapani sangat cerah, matahari terbit dengan sempurna dari balik bukit-bukit yang tidak terlalu tinggi, tidak tertutup es. Dan walaupun sudah sering menyaksikan matahari terbit sepanjang perjalanan kami di 3 hari terakhir, tetapi rasanya momen ini kembali sangat sayang untuk dilewatkan. Sarung tangan terpaksa dilepas untuk dapat mengatur kamera dan menekan tombol shutter, perlahan tapi pasti hawa dingin mulai menusuk ujung-ujung jari. Saya tidak sendiri, beberapa orang di samping saya pastinya merasakan hal yang sama. Tetapi niat sepertinya lebih kuat dari hawa dingin, demi foto-foto sunrise di Tadapani, kami rela, toh ga mungkin juga sampai kena frostbite hehe. Matahari semakin meninggi, pucuk-pucuk gunung es mulai bewarna keemasan. Ya Tuhan, ini Indah sekali.. saya beruntung. Tak pernah bosan rasanya menyaksikan pemandangan seperti ini. Lihatlah puncak Buntut Ikan, gagah sekali.
Sarapan pagi ini lebih sedikit dari biasanya, ya kami sudah agak bosan dengan menu yang sama setiap hari. Padahal ini pun ga pake acara masak. Pukul 8.30 kami mulai berangkat meninggalkan Tadapani. Meninggalkan bukan berarti langsung jalan, view yang Indah “memaksa” kami untuk banyak berhenti dan berfoto, kedua porter kami pun bosan dan terus-terusan meminta kami mempercepat langkah. Ngomong-ngomong soal dipercepat, porter saya memang punya agenda khusus. Semenjak kemarin mereka selalu menyarankan kami untuk memangkas waktu trekking menjadi 4 hari, dan walau tidak disampaikan secara gamblang, saya tahu tujuan mereka adalah agar dapat turut serta di perayaan tahun baru yang sudah mulai ramai pada H-1. Maklum kedua porter kami masih ABG dan pastinya rasa ingin merayakan tahun baru sangat mengebu-gebu. Pun demikian kami. Tapi kami sendiri tidak pernah mengiyakan, yang kami iyakan adalah, lihat kondisi dan situasi, apakah memungkinkan untuk dipangkas atau sesuai rencana awal.
Melewati Tadapani jalan yang kami lalui sangat menyenangkan, bagaimana tidak? masuk hutan yang sejuk dan terus menurun tanpa tanjakan. Kami tidak perlu terpapar sinar matahari walau cuaca sangat cerah. Ditambah lagi, puncak gunung es masih terus terlihat di sisi kiri. Terus seperti ini sampai kami tiba di Desa Gandruk, desa yang disebut-sebut paling asli dan paling banyak dihuni sepanjang perjalanan jalur Poon Hill. Dibutuhkan sekitar 2.5 sampai 3 jam untuk mencapai desa ini dari Tadapani. Dan benar saja, pemandangan desa ini memang sangat Indah. Rumah-rumah, sawah dan ternak “berkumpul” berlatar gunung tinggi. Anak-anak bermain dengan gembira. Awalnya kami ingin berlama-lama di sini, tetapi setelah dibicarakan dengan tim, kami memutuskan untuk terus berjalan sampai desa selanjutnya untuk kemudian makan siang.
Pemandangan Desa Gandruk
Perjalanan dari Gandruk menuju Kimche kembali menantang, walau jalan menurun tetapi panas terik matahari saat itu sangat luar biasa. Kami harus berjalan lebih dari satu jam di tengah terik sampai akhirnya bisa istirahat di restoran kecil di Desa Kimche. Dan ternyata di sini ada bis menuju Nayapul dan Pokhara. Kami berpandangan sambil tersenyum gembira, “apa kita lanjut bis saja ya?” tak terduga dan ternyata yang lain setuju, apalagi setelah dicek tarif menuju Nayapul tidak mahal, hanya 200 Rupee. Sebanding dengan sisa trekking di bawah sinar matahari yang terik dan berdebu, dan kami bisa hemat satu malam trekking. Pertimbangan lain, pemandangan di sisa perjalanan hanya sawah dan kami berpendapat, dengan memangkas waktu trekking kami bisa menikmati Pokhara lebih lama. Sepakat kita lanjut bis ke Nayapul. Kita pulang ke peradaban hari ini.
Bis siang dari Kimche berangkat dua kali, yang pertama pukul 13.00 kemudian selanjutnya pukul 14.30, walau kami sudah berada di restoran sejak pukul ½ 1 kurang, ternyata di sini pun masih “slow food” makanan yang sudah kami pesan cukup lama dihidangkan, dan akhirnya kami pun harus merelakan bis pukul 13.00 dan menunggu lagi untuk keberangkatan pukul 14.30. Tidak apalah. Kami tak harus berjalan kaki, hanya perlu menunggu itupun terlindung dari sinar matahari.
Perjalanan bis dari Kimche menuju Nayapul ditempuh selama 1.5 jam. Sebenarnya tidak terlalu jauh, tetapi medan jalan yang berliku, sempit dan hanya tanah tak beraspal, memaksa bis ¾ yang kami gunakan tidak dapat berjalan cepat. Sangat berhati-hati. Sebenarnya, jujur saja saya cukup berdebar berada di dalam bis, jalanan yang sempit, kalau longsor dikit atau ban tidak pas dikit, sudah hampir dipastikan bis kami akan masuk jurang. Ditambah lagi, sepanjang perjalanan penumpang terus bertambah dan bertambah sampai banyak penumpang berdiri. Mulai dari anak kecil sampai ibu-ibu yang tidak berhenti berbicara setengah teriak dalam Bahasa Nepal. Tidak ada rasa cemas di muka mereka. Mungkin karena mereka sudah terbiasa dengan moda transportasi dan jalan seperti ini, beda dengan kami.
Pukul 4 sore kami tiba di Nayapul. Alhamdulillah masih utuh semua, hehe. Jeep kepunyaan Ramesh sudah berada di sana dan langsung membawa kami ke Pokhara. Ditemani lagu India (salah satunya berjudul Koi Mil Gaya yang tidak asing bagi telinga orang Indonesia) kami melaju cepat menuju pusat kota. Senang rasanya, kami semua bisa melewati trekking Poon Hill dengan lancar dan bisa kembali ke Pokhara tanpa kurang satu apapun, kecuali memory kamera yang semakin penuh.
Awalnya kami berniat menginap di Grand Holiday tempat Ramesh, tetapi malam itu kondisinya sedang full booked, dan Ramesh dengan baik hatinya mengurus penginapan lain buat kami. Lokasinya hanya beda beberapa rumah dari Grand Holiday. Penginapan yang cukup bersih tapi sayang yang punya tidak seramah Ramesh dan para stafnya. Pun demikian, kami tetap senang telah kembali ke peradaban.
Malam itu Jalan Reban sudah sangat ramai menyambut tahun baru, kami yang sudah kelelahan hanya berjalan-jalan sebentar menyaksikan keramaian. Berhenti sebentar untuk mencoba dadar gulung isi mie untuk makan malam, dan segelas teh masala hangat. Kemudian mampir ke beberapa toko souvenir.
Foto-foto hari ke-6
Pemandangan dari Tadapani menuju Gandruk
massssss….
bis dari kimche ke nayapul berapa yaa?
mayan loh bisa cut waktu jalan hahaha…
rencananya aku & grup mau 4 hari poon hill trekking…nyontek iten mu ini hehehe…
thanks.